Panelis

img
Mikhal Anindita
Head of Marketing,
Julo
img
Arian Vivaldi
Head of Marketing,
Alodokter
img
Arie Wisnu Pradono
Chief Marketing Officer,
Fabelio
img
Tala Marie Taningco
Engagement Leader - SEA,
MoEngage

Poin Penting

Mengidentifikasi Terjadinya Churn

Dengan memahami apa yang telah dialami pelanggan dan pola-pola yang terbentuk setelah pelanggan churn terhadap produk kita, kita dapat menemukan penyebab yang membuat pelanggan memutuskan untuk meninggalkan atau meng-uninstall produk yang kita tawarkan.

Menghitung Tingkat Churn

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung tingkat churn, antara lain Tingkat Keterlibatan Pelanggan, Nilai Umur Pelanggan, dan Transaksi Berulang. Menghitung tingkat churn ini penting untuk mampu mengidentifikasi terjadinya churn.

Pahami Aha Moment Pelanggan

Pelanggan yang mengalami aha moment (momen di mana pelanggan menemukan nilai yang dicari dalam produk yang ditawarkan) cenderung tidak akan meninggalkan atau meng-uninstall aplikasi kita.

Tips Mencegah Terjadinya Churn

Setelah kita mengidentifikasi terjadinya churn, kita dapat mengambil langkah untuk mencegah terulangnya hal ini. Sebelum pelanggan memutuskan untuk meninggalkan atau meng-uninstall produk kita, kita dapat memberikan penawaran atau nilai yang dicari oleh pelanggan tersebut.

Churn adalah peristiwa di mana pelanggan tidak menemukan nilai yang dicari dalam produk yang ditawarkan sehingga memutuskan untuk meninggalkan produk tersebut. Cara mengidentifikasi dan mengurangi churn menjadi penting, karena untuk mencari dan mendapatkan pelanggan baru, ternyata 5 hingga 25 kali lebih mahal daripada mempertahankan pelanggan yang sudah ada. Apabila kita berhasil meningkatkan retensi pelanggan, keuntungan yang dapat kita terima juga akan meningkat. Setelah memahami betapa pentingnya meningkatkan retensi pelanggan, berikut nilai-nilai yang dapat diperhatikan dalam mengidentifikasi dan mengurangi churn.

Pahami Aha Moment Pelanggan

Aha moment adalah momen yang dialami pelanggan baru ketika menggunakan atau menginstall produk yang kita tawarkan dan pelanggan baru tersebut menemukan nilai yang dicari dari produk yang kita tawarkan; nilai yang menjawab kebutuhan pelanggan.

Ketika kita bisa memberi aha moment kepada pelanggan, kemungkinan besar pelanggan tidak akan churn (meninggalkan atau meng-uninstall produk). Dengan kita memahami apa yang membuat pelanggan mengalami aha moment dari aplikasi kita, kita juga dapat membantu pelanggan untuk menemukan aha moment mereka. Aplikasi yang mudah untuk dimengerti juga akan mempermudah pelanggan dalam mengalami aha moment.

Dengan memahami faktor yang membuat pelanggan menemukan aha moment, kita telah mendorong konsumen untuk menjadi pelanggan setia. Lebih banyak pelanggan setia berarti lebih banyak pelanggan yang dapat menghasilkan pendapatan untuk kita.

Menghitung Churn Rate (Tingkat Churn)

Nilai kecenderungan pelanggan memutuskan untuk meninggalkan atau meng-uninstall produk kita ternyata dapat dihitung. Hasil perhitungan tersebut kita sebut sebagai Churn Rate atau Tingkat Churn. Ada beberapa metode yang digunakan untuk menghitung tingkat churn, antara lain Customer Engagement Rate (Tingkat Keterlibatan Pelanggan), Customer Lifetime Value (Nilai Umur Pelanggan), dan Repeat Transaction (Transaksi Berulang). Penggunaan metode yang satu dengan lainnya tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, yang penggunaannya juga harus disesuaikan dengan produk yang ditawarkan.

Pada platform Alodokter, Bapak Arian Vivaldi menyebutkan bahwa metode menghitung tingkat churn yang sesuai dengan strategi pemasarannya adalah dengan menganalisis tingkat Customer Engagement Rate.

“Kita bisa lebih proaktif. Kita bisa mengantisipasi ketika pelanggan hendak memutuskan untuk churn karena kita melihatnya melalui tingkat keterlibatan pengguna.”
– Arian Vivaldi

Sementara pada platform Fabelio, Bapak Arie Wisnu Pradono menyebutkan bahwa metode Customer Lifetime Value adalah metode yang sesuai dengan strategi pemasarannya untuk menghitung tingkat churn. Menurut beliau, metode LTV sesuai dengan strategi pemasaran Fabelio, di mana beliau dapat menghitung tingkat churn dilihat dari segi transaksi.

“Karena kita bisa menghitung tingkat churn dari segi transaksi, LTV lebih mudah terlihat.”
– Arie Wisnu Pradono

Berbeda dengan dua metode sebelumnya, Ibu Mikhal Anindita menyebutkan bahwa platform Julo menggunakan metode Repeat Transaction untuk mengukur tingkat churn. Hal ini disebabkan karena platform Julo yang bergerak di bidang financial technology, sehingga tingkat churn lebih mudah dihitung dengan melihat terjadinya transaksi berulang yang dilakukan oleh pelanggan.

“Kalau di fintech juga ada sedikit adaptasi. LTV tidak bisa kita gunakan secara langsung. Tidak hanya LTV saja yang kita lihat dalam menghitung tingkat churn, tapi lebih cenderung melihat transaksi berulang.”
– Mikhal Anindita

Julo melihat pelanggan yang telah mendapat persetujuan limit kredit, kemudian mengamati apakah pelanggan tersebut akan datang kembali untuk melakukan transaksi kedua dan seterusnya. Inilah yang dimaksud dengan melihat transaksi berulang dalam menghitung tingkat churn.

Mengidentifikasi Churn

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi terjadinya churn oleh pelanggan terhadap produk kita. Salah satunya adalah memahami apa yang telah dialami oleh pelanggan dan mencari tahu apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaikinya.

Sensitif terhadap umpan balik pelanggan adalah salah satu cara yang dapat kita lakukan untuk mengidentifikasi terjadinya churn. Dengan mencari serta memahami umpan balik yang diberikan oleh pelanggan, kita dapat menerima komplain dan kendala yang mengakibatkan konsumen memutuskan untuk meninggalkan atau meng-uninstall produk kita.

Dengan memahami apa yang telah dialami pelanggan, baik pengalaman memuaskan ataupun kurang memuaskan, kita dapat mengidentifikasi kecenderungan pelanggan dalam memutuskan untuk meninggalkan atau meng-uninstall produk yang kita tawarkan. Dari identifikasi tingkat kepuasan tersebut, kita dapat menemukan penyebab pelanggan melakukan churn.

Setelah kita memahami apa yang telah dialami pelanggan, kita juga dapat mengidentifikasi pelanggan yang telah churn. Pelanggan yang akhirnya meninggalkan atau meng-uninstall produk kita pasti mengalami sebuah pengalaman yang tidak sesuai dengan nilai yang dicari. Beberapa pengalaman yang mengakibatkan pelanggan melakukan churn tersebut kemudian akan membentuk sebuah pola. Pola-pola tersebut kemudian dapat kita identifikasi guna menarik kesimpulan sementara.

“Pelanggan yang churn, kita coba identifikasi. Setelah itu kita lihat riwayatnya ke belakang, kira-kira apa yang dialami pelanggan ini mulai dari awal hingga akhirnya memutuskan untuk churn.”
– Arian Vivaldi

Melalui pola-pola yang terbentuk dari beberapa pelanggan yang melakukan churn, kita dapat mengidentifikasi terjadinya churn yang dilakukan pelanggan terhadap produk yang kita tawarkan. Dengan demikian, penyebab pelanggan melakukan churn dapat teridentifikasi.

Tips Mencegah Terjadinya Churn

Setelah kita menerima komplain dan kendala yang mengakibatkan konsumen meninggalkan atau meng-uninstall produk kita, akan muncul pertanyaan selanjutnya: apa yang bisa diperbaiki dan dikembangkan.

“Tips mencegah terjadinya churn yang juga dapat diaplikasikan ke industri lain adalah memahami pelanggan terlebih dahulu.”
– Mikhal Anindita

Sesuai dengan pernyataan Ibu Mikhal, pada platform Julo mereka mengusahakan dan meluangkan waktu untuk memeriksa pengalaman dan komplain pelanggan, apa yang bisa perbaiki dan kembangkan secara terus-menerus dan berkesinambungan.

Harapannya, perbaikan dan pengembangan berkelanjutan dari produk kita dapat membuat pelanggan lebih tertarik lagi dengan nilai-nilai yang dapat kita berikan. Dengan perbaikan dan pengembangan berkelanjutan ini, kita dapat mencegah pelanggan untuk meninggalkan atau meng-uninstall produk kita, sehingga turunlah tingkat churn pelanggan.

Menjadi relevan terhadap pelanggan merupakan salah satu tips yang diberikan oleh Bapak Arie Wisnu Pradono untuk mencegah terjadinya churn pada platform Fabelio.

“Kalau pelanggan sudah beli sofa, tidak mungkin kita beri penawaran untuk membeli sofa lagi. Kalau kita beri penawaran yang tidak relevan, pelanggan akan cenderung churn.”
– Arie Wisnu Pradono

Bapak Arie Wisnu Pradono juga menambahkan bahwa untuk mengidentifikasi hal-hal seperti ini, kita harus sangat relevan terhadap pelanggan karena kini pelanggan setia lebih sulit untuk didapatkan. Terdapat ribuan produk yang berusaha untuk mencuri perhatian pelanggan, sehingga kita harus tetap relevan terhadap pelanggan kita.

Identifikasi pola-pola yang dibentuk pelanggan yang meninggalkan atau meng-uninstall produk kita juga dapat mencegah terjadinya churn. Sebelum pola-pola tersebut terulang lagi dengan pelanggan yang lain, kita dapat membuat aksi pencegahan sebelum churn terjadi.

“Salah satu cara mengantisipasi terjadinya churn di platform Alodokter adalah dengan memberi penawaran dan pesan pribadi melalui notification. Sebelum churn terjadi, kita telah mengantisipasi supaya pelanggan tidak langsung meninggalkan produk kita.”
– Arian Vivaldi

Aksi pencegahan terjadinya churn dapat berupa pemberian penawaran atau nilai yang dicari pelanggan, sebelum pada akhirnya pelanggan tersebut memutuskan untuk benar-benar churn. Metode yang dilakukan pada platform “Alodokter” ini terbukti dapat mengurangi tingkat churn pelanggan.

Memperbaiki Retensi Pelanggan

Ketika pelanggan sudah memutuskan untuk meninggalkan atau meng-uninstall produk kita, apa strategi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki retensi pelanggan? Bagaimana cara kita kembali menarik perhatian pelanggan untuk kembali menggunakan produk kita?

Pahami mengapa pelanggan tidak lagi tertarik dengan produk yang kita tawarkan. Kita dapat membiarkan pelanggan tersebut tahu bahwa kita peduli terhadap pelanggan dalam menggunakan atau memanfaatkan produk kita. Dengan memberi pesan secara pribadi, pelanggan akan tahu bahwa mereka diperhatikan, dan bahwa kita tahu apa yang mereka butuhkan.

Harapannya adalah pelanggan yang churn tertarik kembali untuk mencari nilai yang dibutuhkan pada produk yang kita tawarkan, dan pada akhirnya kembali menjadi pelanggan aktif dan setia terhadap produk kita.

Analisis Tingkat Churn Sebagai Insight Produk

Hasil analisis tingkat churn ternyata tidak hanya berkaitan dengan tim pemasaran saja, namun juga berkaitan dengan tim produk. Berdasarkan hasil analisis tingkat churn ini, tim pemasaran dan tim produk dapat bekerja sama.

“Kalau kasus di Alodokter, setiap ada pembaruan implementasi engagement platform, tim produk selalu bergabung sehingga tidak menjadi 100% tanggung jawab tim marketing, namun juga ada porsi yang diberikan kepada tim produk untuk bisa menggunakan engagement platform.”
– Arian Vivaldi

Kita dapat mengidentifikasi penyebab pelanggan memutuskan untuk meninggalkan atau meng-uninstall produk yang kita tawarkan. Setelah menganalisis penyebab churn, kita dapat menganalisis cara memperbaiki dan mengembangkan produk tersebut. Dengan perbaikan dan pengembangan produk yang dilakukan, kita dapat mencegah terulangnya churn.

Pesan yang Tepat, untuk Orang yang Tepat

Memberikan pesan yang tepat, untuk orang yang tepat, pada waktu yang tepat, terdengar terlalu sederhana untuk dikategorikan sebagai bentuk komunikasi yang baik. Namun seperti yang telah disampaikan oleh Ibu Mikhal Anindita, hal-hal sederhana seperti inilah yang pada akhirnya dapat tersampaikan dengan baik, sehingga juga dapat diterima dengan baik oleh pelanggan.

Sebelum era media digital, kita tidak memiliki pilihan lain untuk berkomunikasi dengan banyak orang secara personal. Pesan dan komunikasi yang terjadi sebelum era media digital cenderung terjadi satu arah, misalnya melalui televisi dan radio. Pembicara tidak dapat berkomunikasi secara pribadi dengan penonton dan pendengar sehingga komunikasi yang terbentuk kurang baik karena hanya terjadi satu arah.

Namun kini, dengan bantuan media digital, kita dapat mengkustomisasi pesan kita kepada pelanggan. Pesan yang terkustomisasi secara pribadi ini akhirnya membuat komunikasi yang terbentuk terasa lebih personal. Salah satu hal sederhana yang dapat dilakukan adalah menyapa pelanggan dengan nama masing-masing. Hal sederhana seperti ini dapat memperbaiki kualitas komunikasi, yang untungnya dapat dilakukan dengan baik dengan bantuan media digital.

Selain mengutamakan pesan dan komunikasi yang lebih pribadi, pesan yang disampaikan harus relevan dengan pelanggan yang dituju. Pesan tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan; apa yang sedang dicari dan dibutuhkan oleh pelanggan tersebut. Dengan begitu, komunikasi yang baik dapat terjadi. Hubungan dengan pelanggan pun juga akan lebih baik, dan pada akhirnya kita memberikan mereka kesempatan untuk selalu tertarik dan menerima informasi dari kita; nilai apa yang dapat ditawarkan kepada pelanggan, sehingga churn rate berkurang dan engagement rate bertambah.

Subscribe to Our Library Updates

Be the first to access actionable reports, guides, tips, videos, podcasts from experts in Customer Engagement, retention and more!